I.
PENDAHULUAN
1.1.
Latar
Belakang
Peternakan
merupakan subsektor dari pertanian yang berperan penting dalam pemenuhan
kebutuhan protein hewani. Kebutuhan masyarakat akan hasil ternak seperti
daging, susu dan telur semakin meningkat. Hal ini seiring dengan meningkatnya
jumlah penduduk, tingkat pendidikan, kesadaran masyarakat akan gizi dan peranan
nutrien khususnya protein bagi kehidupan, serta meningkatkan kemampuan
masyarakat untuk memanfaatkan hasil ternak, sehingga perkembangan sektor
peternakan mamberikan dampak positif bagi masyarakat untuk peningkatan
perbaikan gizi dan dampak positif bagi pelaku ternak yaitu meningkatnya
kesejahteraan.
Peternakan ayam ras petelur
selama ini telah berkembang sangat luar biasa dan saat ini menjadi suatu usaha
berskala industri yang sangat modern dengan didukung oleh empat subsistem yang cukup kokoh, yakni
industri hulu, industri hilir, subsistem budidaya dan industri pendukungnya. Populasi ayam ras petelur hingga saat ini telah menyebar ke seluruh
wilayah di Indonesia. Seiring meningkatnya permintaan dan kebutuhan akan telur,
maka diperlukan peningkatan produksi dan pengembangan usaha oleh
perusahaan-perusahaan peternakan khususnya ayam petelur. Keberhasilan suatu
usaha peternakan ayam petelur dipengaruhi oleh tiga faktor utama yaitu, pakan,
bibit dan manajemen. Perusahaan yang mengabaikan manajemen dan sumber daya yang
dimiliki cenderung tidak mampu bertahan maupun berkembang. Salah satu upaya
yang dapat dilakukan untuk memenuhi kebutuhan akan telur komersil tidak cukup
hanya dengan menambah jumlah peternakan yang ada tetapi usaha yang telah ada
sebaiknya didukung oleh manajemen pemeliharaan yang baik dengan memperhatikan. Faktor-faktor
penunjang seperti perencanaan, manajemen produksi, perkandangan dan manajemen
sumber daya manusia, sehingga usaha yang ada baik usaha peternakan besar maupun
kecil dapat berjalan dengan baik.
CV.
Rifal Jaya Farm merupakan perusahaan ayam petelur yang berada di Desa Klayutan
Kecamatan Nogosari Kabupaten Boyolali. CV. Rifal Jaya Farm yang memulai
usahanya sejak tahun 2009 dan tetap bertahan sampai sekarang. Berpijak dari
keadaan di atas maka diperlukan suatu manajemen yang baik pada CV. Rifal Jaya
Farm agar mendapatkan produktivitas yang seoptimalmungkin dari usaha peternakan ayam petelur tersebut.
1.2.
Tujuan Kegiatan Magang
Tujuan kegiatan magang mahasiswa antara lain : 1). Mahasiswa
agar dapat mengetahui bagaimana cara pemeliharaan ayam petelur di CV. Rifal
Jaya Farm; 2). Mahasiswa dapat mengetahui manajemen pemeliharaan yang ada di CV. Rifal Jaya Farm; 3). Mahasiswa
dapat mengetahui penyediaan bahan baku pembuatan pakan dan manajemen
pemberiannya di CV. Rifal Jaya Farm; 4). Mahasiswa dapat mengetahui manajemen
pemberian pakan di CV. Rifal Jaya Farm; 5). Mahasiswa dapat mengetahui penanganan
kesehatan dan sanitasi kandang di CV. Rifal Jaya Farm; 6). Mengetahui
permasalahan dan kendala yang dihadapi serta solusi yang dapat dicapai.
1.3.
Manfaat
Manfaat
dari kegiatan magang mahasiswa tersebut antara lain adalah sebagai berikut :
1). Mahasiswa memperoleh
pengetahuan tentang manajemen pemeliharaan ayam petelur fase layer ; 2). Mahasiswa dapat menyinkronkan antara teori dan
praktik secara langsung dilapangan mengenai pemeliharaan ayam petelur fase
layer; 3). Mahasiswa mengetahui cara
pemeliharaan ayam petelur.
II.
TINJAUAN PUSTAKA
2.1.
Ayam Petelur
Ayam petelur adalah ayam yang diternakkan khusus untuk
menghasilkan telur konsumsi. Jenis ayam petelur dibagi menjadi tipe ayam
petelur ringan dan medium. Tipe ayam petelur ringan mempunyai badan yang
ramping dan kecil, bulu berwarna putih bersih, dan berjengger merah, berasal
dari galur murni White Leghorn dan mampu bertelur lebih dari 260 telur per
tahun produksi. Ayam petelur ringan sensitif terhadap cuaca panas dan
keributan, responnya yaitu produksi akan menurun. Tipe ayam petelur medium
memiliki bobot tubuh yang cukup berat, tidak terlalu gemuk, kerabang telur
berwarna coklat dan
bersifat dwiguna (Bappenas, 2010). Ayam yang dipelihara sebagai penghasil telur
konsumsi umumnya tidak memakai pejantan dalam kandangnya karena telur konsumsi
tidak perlu dibuahi (Kartasudjana dan Suprijatna, 2006).
Produksi ayam dipengaruhi oleh banyak faktor, antara lain
bangsa dan strain ayam yang digunakan, kondisi lingkungan dan manajemen pakan
(Bell dan Beaver, 2002; dikutip dalam Al Nasser et al., 2005).
Macam-macam strain ayam petelur yang dikembangkan antara lain Lohmann, Hy-Line W-36 dan W-98, Hy-Line Brown, ISA
White dan ISA Brown. Strain ayam petelur berwarna coklat memiliki
performa yang lebih unggul daripada strain ayam petelur berwarna putih.
Persentase cangkang pada ISA Brown lebih besar daripada ISA White, selain itu
bobot telur, egg mass dan efisiensi pakannya juga lebih baik
(Grobas et al., 2001; dikutip dalam Al Nasser et
al., 2005).
2.2.
Manajemen Perkandangan
Kandang
adalah tempat ternak beristirahat dan berteduh dari panas dan hujan. Kandang
merupakan salah satu sarana dan modal tetap yang utama di dalam pemeliharaan
ayam secara modern. Kandang merupakan unsur penting dalam usaha peternakan ayam. Kandang digunakan mulai dari awal hingga
masa berproduksi.
Pada prinsipnya, kandang yang baik adalah kandang yang
sederhana, biaya pembuatan murah dan memenuhi persyaratan teknis (Prayitno,
1996). Kandang yang baik adalah kandang yang dapat memberikan kenyamanan
dan kesehatan pada ayam serta memudahkan manajemen pemeliharaan bagi peternak
(Ensminger, 1992). Kandang berfungsi untuk melindungi ternak ayam dari pengaruh
iklim buruk, seperti hujan, panas matahari atau gangguna-gangguan lainnya.
Kandang yang nyaman dan memenuhi persyaratan perkandangan akan memberikan
dampak positif sehingga ternak menjadi tenang dan tidak stres (Sudaryani dan
Santosa, 1997).
Sebelum
dibangun kandang harus memperhatikan beberapa aspek, diantaranya yaitu jarak
kandang dengan pemukiman warga, struktur atau desain kandang yang ideal, luas
kandang dengan kapasitas yang ideal, adanya sirkulasi yang baik, suhu yang
sesuai, adanya sanitasi yang baik untuk ternaknya, jarak dengan sumber air,
pakan pemasaran, dan bahan kandang yang dipakai sesuai dengan keamanan ternak
tersebut (Kartasudjana dan
Suprijatna, 2006).
Kandang
yang digunakan dalam pemeliharaan ayam petelur sangat beraneka ragam. Masing-masing
kandang dapat dibedakan atas dasar kegunaannya, model lantai dan pengisian ayam
yang ada dalam kandang (Suroprawiro et al.,
1981).
Jenis kandang
berdasarkan kegunaan dibagi menjadi tiga macam yaitu:
1. Kandang
indukan (brooder) digunakan untuk memelihara ayam umur 0-3 minggu. Kandang dilengkapi dengan alat pemanas
sebagai penghangat menggantikan fungsi indukan ayam.
2. Kandang
grower/pullet digunakan untuk membesarkan ayam umur 4-18 minggu. Biasanya berbentuk kandang lantai litter.
3. Kandang
layer digunakan untuk memelihara ayam petelur umur 18 minggu sampai afkir biasanya
menggunakan kandang sangkar, cage
atau baterai. Kandang layer ini dilengkapi tempat pakan dan tempat minum, serta
penerangan seperlunya. Kandang baterai adalah sangkar segi tempat yang disusun
secara berderet memanjang dan bertingkat dua atau lebih yang menggunakan alas
berlubang atau kawat. Kandang baterai berbentuk kotak yang bersambung dengan
satu yang lain terbuat dari kayu, bambu dan kawat. Masing- masing kotak berukuran
lebar 40 sampai 45 cm, panjang 40 cm, dan tinggi 40 cm, berisi 2 ekor ayam.
Lantai kandang baterai letaknya agak miring ke salah satu sisi sekitar 6-7 cm.
Jenis
kandang berdasarkan lantainya dibagi menjadi 3 yaitu :
1.
Kandang dengan lantai litter. Kandang ini dibuat dengan
lantai yang dilapisi kulit padi, pesak/sekam padi dan kandang ini umumnya
diterapkan pada kandang sistem koloni.
2.
Kandang dengan lantai kolong berlubang. Lantai untuk
sistem ini terdiri dari batu atau kayu kaso dengan lubang-lubang diantaranya,
yang nantinya untuk membuang ekskreta ayam dan langsung ke tempat penampungan.
3. Kandang dengan lantai campuran litter dengan
kolong berlubang, dengan perbandingan 40% luas lantai kandang untuk alas litter
dan 60% luas lantai dengan kolong berlubang (terdiri dari 30% di kanan dan 30%
di kiri)
(Suroprawiro et al., 1981).
Jenis kandang berdasarkan
pengisiannya dibedakan menjadi dua yaitu:
1.
Sistem kandang koloni. Satu kandang untuk banyak ayam
yang terdiri dari ribuan ekor ayam petelur.
2.
Sistem kandang individu. Kandang ini lebih dikenal
dengan sebutan cage. Ciri dari
kandang ini adalah pengaruh individu di dalam kandang tersebut menjadi dominan
karena satu kotak kandang untuk satu ekor ayam. Kandang sistem ini banyak
digunakan dalam peternakan ayam petelur komersial (Suroprawiro et al., 1981).
Ukuran kandang sesuai dengan
yang dikemukakan Rasyaf, (2008) yaitu panjang 17 meter, lebar 5 meter
dan tinggi 3,5 meter membujur dari timur ke barat atau membujur dengan terbitnya matahari.
Jarak antara kandang 1 kali lebar kandang minimal 5 meter sehingga tidak terjadi pencemaran antara kandang
satu dengan kandang yang lainya.
Atap kandang hendaknya tidak
terbuat dari seng atau bahan lain yang dapat menimbulkan panas dalam ruangan,
lebih praktis jika atap terbuat dari genting dan tidak dianjurkan pembuatan
kandang terlalu pendek karena dapat menyebabkan
panas dalam ruangan (Malik,
2001). Ada beberapa bentuk model atap pada kandang yaitu:
1. Bentuk
atap monitor
Bentuk atap monitor
memungkinkan terjadinya pertukaran udara lebih banyak antara luar kandang dan
di dalam kandang, sehingga kesegaran di dalam kandang tetap terjaga karena
terdapat dua ventilasi yang terletak di samping kiri dan kanan di atas atap.
Atap jenis ini dipergunakan apabila ukuran kandang cukup luas atau lebar
kandang lebih dari 3,5 meter dan jumlah unggas yang dipelihara banyak. Jenis
ini sangat bagus terutama bila dikaitkan dengan fungsinya membantu sirkulasi
udara kandang (Malik, 2001).
2. Bentuk atap semi monitor
Bentuk atap semi monitor memungkinkan
terjadinya sirkulasi udara secara lancar dan atap semi monitor hanya terdapat
satu ventilasi dan satu baris atap. Atap semi monitor merupakan gabungan dari
jenis atap monitor dan gable, umumnya di pergunakan untuk memelihara
unggas dalam jumlah sedikit ( Malik, 2001).
3. Bentuk atap gable
Bentuk atap gable ini
dipergunakan untuk ukuran kandang yang kecil dan jumlah pemeliharaan unggas
yang sedikit. Kandang dengan ukuran lebar lebih dari 4 meter tidak cocok
menggunakan atap jenis ini ( Malik, 2001).
2.3. Manajemen
Pakan
Pakan adalah bahan makanan tunggal atau campuran, baik
yang diolah maupun yang tidak diolah, yang diberikan kepada hewan untuk
kelangsungan hidup, berproduksi, dan berkembang biak. Pakan merupakan faktor
utama dalam keberhasilan usaha pengembangan peternakan disamping faktor bibit
dan tatalaksana. Pakan yang berkualitas akan sangat mendukung peningkatan
produksi maupun reproduksi ternak (Anggorodi, 1985).
Ayam petelur membutuhkan sejumlah unsur nutrien untuk hidupnya, misalnya
untuk bernafas, peredaran darah, bergerak dan fungsi-fungsi fisiologis lainya.
Kebutuhan yang pertama disebut dengan kebutuhan hidup pokok dan yang kedua
untuk produksi. Ayam membutuhkan protein, energi, vitamin dan mineral untuk
memenuhi hidup pokok dan produksi (Rasyaf, 1994). Pakan yang kurang memenuhi
standar nutrien, dapat menjadi salah satu sebab menurunnya produktivitas ayam
petelur. Persyaratan mutu
konsentrat ayam ras petelur sesuai dengan Tabel 1.
Tabel 1.
Persyaratan mutu konsentrat ayam ras petelur
|
Parameter
|
Persyaratan
|
|
Kadar air (maks) %
|
14,0
|
|
Protein kasar (min) %
|
30,0
|
|
Lemak kasar (maks) %
|
5,0
|
|
Serat kasar (maks) %
|
8,0
|
|
Abu (maks) %
|
35,0
|
|
Kalsium %
|
9,0 – 12,0
|
|
Fosfor (P) total %
|
1,0 – 2,0
|
|
Fosfor (P) tersedia (min) %
|
0,60
|
|
Aflatoksin (maks) µg/kg
|
50,0
|
|
Energi metabolis (min) Kkal/kg
|
1800
|
|
Asam amino:
-
Lisin (min) %
-
Mrtionin (min) %
-
Metionin + sistin (min)
%
-
Triptofan (min) %
|
1,7
0,8
1,1
0,29
|
(Sumber: SNI, 2009)
Bentuk pakan seperti
campuran crumble dan mash umum digunakan dalam ransum hasil formulasi
sendiri dan relatif lebih ekonomis. Ayam harus distimulasi untuk mengonsumsi
pakan, salah satunya dengan memberikan biji-bijian setengah hancur, misalnya
jagung. Pakan di dalam tempat pakan diusahakan selalu kering dan diganti dengan
yang baru setiap hari untuk mencegah timbulnya jamur (Shirt, 2010).
2.4.
Biosekuriti
Biosekuriti adalah suatu
tindakan untuk menghindari kontak antara hewan dan mikroorganisme dan merupakan
pintu pertahanan pertama dalam upaya pengendalian penyebaran suatu penyakit.
Penerapan biosekuriti sangat
diperlukan mulai pada awal pemeliharaan unggas di kandang sampai pada saat
penjualan di pasar. Beberapa hal yang harus dipedomani terhadap prinsip biosekuriti
yang tepat adalah sebagai berikut : 1). Setiap kendaraan pengangkut unggas yang
masuk dan keluar kandang atau tempat penampungan unggas harus di desinfektan;
2). Setiap unggas yang datang harus dilengkapi dengan surat keterangan
kesehatan hewan (SKKH) yang dibuat oleh dokter hewan berwenang di daerah asal
unggas; 3). Setiap unggas yang datang harus mendapat pemeriksaan antemortem
oleh petugas di bawah pengawasan dokter hewan yang berwenang; 4). Hasil
pemeriksaan kesehatan unggas yang datang wajib didokumentasikan dan dilaporkan
secara berkala setiap bulan kepada dokter hewan berwenang; 5). Setiap kandang
dilengkapi dengan peralatan makan dan minum khusus; 6). Tidak mencampurkan
unggas yang baru datang dengan yang lama; 7). Membersihkan kandang atau
penampungan unggas dari limbah padat unggas; 8). Melakukan pengosongan kandang
atau penampungan unggas satu hari dalam dua minggu untuk proses pembersihan dan
desinfektan; 9). Mencegah masuknya kucing, anjing, burung liar dan hewan
pengganggu lainnya dalam kandang atau penampungan unggas; 10). Menempatkan
unggas yang sakit di dalam kandang tersendiri; 11). Setiap unggas yang mati
harus segera dimusnahkan dengan cara membakar (Akhirany, 2010). Agar peternakan
menjadikan kawasan yang terbebas dari bibit penyakit maka diperlukan program
biosekuriti yang harus ada dalam suatu peternakan (Wiharto, 1986).
Program biosekuriti yaitu upaya untuk menjadikan suatu
kawasan peternakan terbebas dari bibit penyakit (mikroorganisme pathogen)
dari reservoir atau vektor pembawanya. Pintu gerbang suatu peternakan adalah tempat pertama bagi
orang yang mau masuk ke areal atau komplek peternakan dan merupakan titik awal
keberhasilan suatu peternakan terbebas dari wabah atau serangan penyakit. Biosekuriti
mengkondisikan setiap orang maupun kendaraan tidak sembarangan keluar masuk farm
dan pintu selalu dijaga ketat oleh petugas. Program ini adalah program yang paling sering
digunakan dalam mencegah timbulnya penyakit di suatu kawasan peternakan.
Menjaga
kebersihan kandang merupakan satu langkah strategis mengurangi populasi bibit
penyakit di sekitar ayam, karakteristik yang paling menonjol dari bibit
penyakit adalah menyukai tempat-tempat yang kotor, sehingga jika peternak
berkeinginan memberantas bibit penyakit, harus menjaga kebersihan kandang dan
lingkungan sekitar, dapat dilakukan dengan program sanitasi secara rutin dan
pembersihan pakan dan minum setiap hari untuk mencegah penyakit (Abidin, 2004).
Program
sanitasi merupakan tindakan pembersihan dan pencucian kandang dan peralatan
secara teratur. Pencucian ini menggunakan desinfektandengan cara penyemprotan
keseluruh kandang dan peralatan. Penyakit pada ayam dapat mengakibatkan
penurunan produksi telur (Abidin,
2004).
Pencegahan penyakit dapat dilakukan dengan
dua cara, cara pertama adalah melalui tata laksana harian dan yang kedua
melalui vaksin. Keduannya
digunakan bersama dan saling mendukung satu sama yang lain. Pencegahan dengan
tata laksana harian pada prinsipnya adalah menciptakan suasana yang bersih dan
nyaman di peternakan. Pencegahan penyakit virus dilakukan dengan cara vaksinasi
(Rasyaf, 2008).
Pengobatan dilakukan pada saat kondisi ayam
sudah terdeteksi secara dini
terkena suatu penyakit. Pengobatan
membutuhkan waktu lama dan memakan biaya yang mahal. Pemberian jenis obat yang
akan diberikan harus diketahui jenis penyakitnya (Austic dan Nesheim, 1979).
Penyakit
yang sering menyerang ayam petelur berdasarkan penyebabnya dapat dikelompokkan
menjadi 6 yaitu penyakit yang disebabkan oleh bakteri seperti kolera, coryza,
types, pullorum.Penyakit yang disebabkan oleh virus, seperti HCD, bronchitis,
cacar, leukosis, CRD.Penyakit yang disebabkan oleh jamur, seperti aspergillos,
favus, mycosis.Penyakit yang disebabkan oleh protozoa, seperti
coccidiosis.Penyakit yang disebabkan oleh parasit, seperti kuku dan cacing.Penyakit
yang disebabkan oleh kekurangan salah satu unsur makanan(defisiensi)seperti
penyakit dermatitis, perosis dan lain-lain (Rasyaf, 2008).
2.5.
Manajemen Penanganan Telur
Penanganan telur meliputi
pengamilan telur, seleksi telur, pengumpulan, fumigasi telur. Pengambilan telur
merupakan fungsi produksi telur, semakin tinggi produksi telur maka
semakin tinggi pula frekuensi pengambialan telur (Rasyaf, 2009). Telur di dalam
kandang hendaknya segera diambil dari kandang, karena dikawatirkan akan
dipatuk oleh ayam sehingga telur akan retak dan bila dibiarkan terlalu lama ada
kemungkinan mikroba akan mudah masuk kedalam telur sehingga telur akan mudah
busuk (Kartasudjana dan Suprijatna, 2006).
Penimbangan
telur dilakukan bersamaan dengan pengepakan dan tidak mengikutkan telur yang
pecah. Penimbangan diperlukan dalam suatu penjualan dari peternak ke pedagang
atau konsumen terakhir, satuan yang dipakai adalah berat dan di Indonesia
biasanya adalah kilogram (Adiwilaga, 1982). Tujuan pengepakan telur konsumsi adalah
untuk mencegah kebusukan dan berperan dalam menjaga agar telur tetap bersih dan
biasanya pembungkusan dengan peti kayu (Winarno dan Jennie, 1983). Setiap
perusahaan menyimpan produknya sebelum terjual, dalam hal ini fungsi gudang
diperlukan karena siklus produksi dan konsumsi jarang sesuai, sehingga
kelancaran dalam suatu pemasaran dapat terjaga (Kotler, 1997).
2.6.
Evaluasi Produksi Ayam
Petelur
Memproduksi telur adalah upaya
memadukan sumber daya terpilih agar menghasilkan telur melalui suatu teknik
berternak yang telah ditentukan (Rasyaf,
2009). Faktor yang memengaruhi produksi telur antara lain bibit, konsumsi
pakan, lama pencahayaan, penyakit, lingkungan dan manajemen pemeliharaan
(Sudaryani dan Santoso, 2002). Nilai standar
produktivitas ayam telah ditentukan oleh perusahaan pembibit (breeder).
Standar tersebut meliputi Hen Day Production (HDP), berat telur, lama produksi, konversi ransum, kekebalan
dan daya hidup serta pertumbuhan. Pencapaian performa tersebut tergantung dari
manajemen pemeliharaan yang diterapkan oleh masing-masing peternak.
Hen housed production merupakan ukuran produksi telur yang didasarkan pada
jumlah ayam mula-mula yang dimasukkan ke dalam kandang (Kartasudjana dan
Suprijatna, 2006). Hen day production (HDP)
dihitung dari jumlah produksi telur hari itu dibagi dengan jumlah ayam
produktif hari itu dikalikan 100% (North, 1984; dikutip dalam Kabir dan Haque,
2010). Semakin lama periode
bertelur, semakin rendah HDP (Mussawar et al., 2004). Hen-day Production setiap
strain ayam petelur berbeda-beda. Standar Hen-day Production strain ayam
petelur Hisex, Hyline, ISA Brown, Lohman HD puncak produksi 96%, 94-96%,
95%, 94,5% (Wahyuni, 2008).
Feed
Convertion Ratio (FCR)
atau konversi pakan merupakan perbandingan antara ransum yang dihabiskan ayam dalam
menghasilkan sejumlah telur. Keadaan ini sering disebut dengan ransum per
kilogram telur. Ayam petelur yang baik akan makan sejumlah ransum dan
menghasilkan telur yang lebih banyak daripada sejumlah ransum yang dimakannya
(Bappenas, 2010). Feed Convertion Ratio ayam layer umumnya sebesar 2,33
± 0,04 (Mussawar et al., 2004).
Massa telur merupakan hasil
perkalian antara persentase produksi telur harian dengan berat telur yang
menunjukan tingkat efesiensi dari produksi untuk tiap hari. Nilai massa telur tergantung dari
persentase HDP dan berat telur. Apabila produksi telur meningkat maka massa
telur meningkat pula sebaliknya produksi telur turun maka massa telur juga
turun menurut (Kartasudjana, 2006 ; Rasyaf, 2008). Amrullah (2004) yang
menjelaskan bahwa penggunaan massa telur dibandingkan jumlah telur merupakan
cara menyatakan perbandingan kemampuan produksi antar kelompok atau galur
unggas oleh akibat pemberian makanan dan program pengelolaan yang lebih baik.
III. TATA LAKSANA KEGIATAN
3.1.
Waktu dan Tempat Pelaksanaan Magang
Kegiatan magang mahasiswa akan dilaksanakan mulai tanggal 3 Februari 2014 sampai dengan 3
Maret 2014
di kandang
produksi CV. Rifal Jaya Farm yang berada di Dukuh Klayutan, Desa Ketitang, Kecamatan
Nogosari, Kabupaten Boyolali.
3.2. Metode Pelaksanaan Magang
Metode pelaksanaan kegiatan magang mahasiswa dengan mengikuti
secara langsung semua kegiatan pemeliharaan ayam petelur. Teknik pengambilan
data dilakukan dengan cara:
a.
Observasi/pengamatan
Observasi merupakan
suatu metode yang digunakan dengan cara melakukan pengamatan secara langsung
serta mencari dan mencatat tentang berbagai hal yang ada hubungannya dengan manajemen perkandangan di CV. Rifal Jaya Farm.
b.
Interview/wawancara
Metode ini merupakan pengumpulan data dengan cara
melakukan tanya jawab secara langsung kepada pembimbing lapangan atau pihak-pihak yang dianggap perlu untuk
mendapatkan informasi yang lebih banyak dan lebih jelas mengenai manajemen pemeliharaan.
c.
Praktek Lapang
Kegiatan ini merupakan keikutsertaan mahasiswa dalam
pelaksanaan aktivitas perusahaan yang berhubungan dengan manajemen perkandangan ayam petelur sehingga mahasiswa dapat mengetahui
serangkaian kegiatan yang dilaksanakan dan memperoleh pengalaman serta wawasan
kerja secara langsung.
d.
Studi Pustaka
Studi pustaka dilakukan dengan mencari informasi atau
referensi pendukung yang berkaitan dengan manajemen kesehatan yang dilakukan dengan cara memanfaatkan data
pustaka yang tersedia misalnya buku, jurnal, majalah ilmiah.
3.3.
Jenis Data
Data yang diperoleh terdiri dari :
a) Data primer yaitu data yang dihimpun dari
sumber informasi. Data ini diperoleh dengan melakukan pengamatan langsung serta
melakukan wawancara kepada pegawai/karyawan, pembimbing lapangan, manajer farm
serta pihak-pihak yang dianggap perlu untuk mendapatkan informasi yang lebih
banyak dan lebih jelas.
b) Data sekunder yaitu data yang dihimpun
dari sumber data yang telah ada yang didapat dari studi pustaka seperti buku,
majalah, jurnal, prosiding, internet, monografi dan referensi yang lain.
3.4. Jadwal
Kegiatan
Kegiatan magang ini direncanakan untuk
dilaksanakan mulai dari penentuan lokasi hingga laporan kegiatan praktek
lapangan yang dihasilkan. Adapun rangkaian kegiatan dan waktu pelaksanaan yang
direncanakan seperti pada
Tabel 2.
Tabel 2.
Tabel 2. Jadwal Kegiatan Magang Mahasiswa
|
Macam
Kegiatan
|
Minggu Ke-
|
||||
|
1
|
2
|
3
|
4
|
5
|
|
|
Perkenalan dan penyelesaian administrasi
|
|
|
|
|
|
|
Presentasi dan pembagian kerja
|
|
|
|
|
|
|
Pra kegiatan di lapangan
|
|
|
|
|
|
|
Pelaksanaan kegiatan lapangan
|
|
|
|
|
|
|
Evaluasi data dan hasil kegiatan di
lapangan
|
|
|
|
|
|
|
Penyusunan hasil akhir kegiatan lapangan
|
|
|
|
|
|
DAFTAR PUSTAKA
Abidin, Z. 2004.
Meningkatkan Produksi Ayam Ras Petelur. Agromedia Pustaka, Jakarta.
Adiwilaga, A. 1982. Ilmu Usaha Tani. Penerbit Alumni,
Bandung.
Akhirany,
Nunung. 2010. Pedoman Pengawasan
Biosecurity dan Higiene Terhadap Produk Unggas. http://disnaksulsel.info/Pedoman-Pengawasan-Biosecurity-dan-Higiene-Terhadap-Produk-Unggas diakses
: 2 Juni 2012.
Al
Nasser, A., A. Al Saffar, M. Mashaly, H. Al Khalaifa, F. Khalil, M. Al Baho,
dan A. Al Haddad. 2005. A comparative study on production efficiency of brown
and white pullet. Bulletin of Kuwait Institute for Scientific
Research 1 : 1 – 4.
Amrullah, I. K. 2004. Nutrisi Ayam Petelur. Penerbit Lembaga Satu Gunungbudi, Bogor.
Anggorodi. 1985. Kemajuan Mutakhir dalam Ilmu Makanan
Ternak Unggas. UI. Jakarta.
Austic, R.E. and M.C. Nesheim.1990.
Poultry Production. 13th Ed. Lea and Febiger, Philadelphia.
Direktorat Jenderal Peternakan. 2001. Peraturan Menteri
Pertanian tentang Peternakan Ayam Broiler dan Petelur. http://deptan.go.id. Diakses tanggal 29 Maret 2010.
Ensminger, M. E. 1992. Poultry Science. Interstate
Publisher, INC. Danville, Illinois.
Kartasudjana,
R. dan E. Suprijatna. 2006. Manajemen Ternak Unggas. Penebar Swadaya, Jakarta.
Malik, A. 2001. Buku Ajar
Manajemen Ternak Unggas. UMM, Malang.
Mussawar,
S., T.M. Durrani, K. Munir, Z. ul-Haq, M.T. Rahman and K. Sarbiland. 2004. Status of layer farms in
Peshawardivision, Pakistan. Livestock Research for Rural
Development 16 : 25 – 27.
Prayitno, M. A. 1996. Mendirikan Usaha Pemotongan Ayam,
Penebar Swadaya. Bogor.
Rasyaf,
M. 2008. Panduan Beternak Ayam Pedaging. Penebar Swadaya, Jakarta.
Rasyaf.
M. 1994. Beternak Ayam Petelur. Penebar Swadaya,
Jakarta.
Rizal,
Y. 2006. Ilmu Nutrisi Unggas.
Andalas University Press. Padang.
Shirt, V. 2010.
How to Feed Chickens Part 2. www.poultry.allotreatment.org.uk. Diakses
tanggal 4 Maret 2011.
Standar
Nasional Indonesia. 2009. Tentang Persyaratan Mutu Konsentrat Ayam Ras Petelur SNI 3148.3
- 2009. Badan Standardisasi
Nasional Indonesia. Jakarta.
Sudaryani, T. Dan H. Santosa. 1997. Pemeliharaan Ayam Ras
Petelur di Kandang Baterai. Cetakan ke-1. Penebar Swadaya. Jakarta.
Sudaryani, T. dan H. Santosa. 2002. Pembibitan Ayam Ras.
Cetakan V. Penebar Swadaya, Jakarta.
Suroprawiro, P.A.P. dan Siregar. 1981. Teknik Beternak Ayam Ras di Indonesia Margie Group, Jakarta.
Wahyuni, A.M. dan A. Made, 1998. Teknologi Pengolahan
Pangan Hewani Tepat Guna, CV Akademika Pressindo, Jakarta.
Winarno,
F.G. dan
B.S.L. Jennie. 1983. Kerusakan Bahan Pangan dan Cara Pencegahannya. Ghalia
Indonesia, Jakarta.
minta data" kuliah atau data tentang peternakan ayam petelur bisa komen disini, :). trimaksih kunjunganya
BalasHapusMasih adakah file nya?
HapusMaaf mau tanya apakah di CV. Rifal Jaya Farm dapat dipakai untuk Praktek Kerja Lapangan ya? Dan aoakah ada Dokter hewan yang bertugas disana? Terimakasih
BalasHapus