Minggu, 23 Februari 2014

PROPOSAL KEGIATAN MAGANG MAHASISWA MANAJEMEN PEMELIHARAAN AYAM PETELUR FASE LAYER DI CV. RIFAL JAYA FARM



I.     PENDAHULUAN
1.1.            Latar Belakang
Peternakan merupakan subsektor dari pertanian yang berperan penting dalam pemenuhan kebutuhan protein hewani. Kebutuhan masyarakat akan hasil ternak seperti daging, susu dan telur semakin meningkat. Hal ini seiring dengan meningkatnya jumlah penduduk, tingkat pendidikan, kesadaran masyarakat akan gizi dan peranan nutrien khususnya protein bagi kehidupan, serta meningkatkan kemampuan masyarakat untuk memanfaatkan hasil ternak, sehingga perkembangan sektor peternakan mamberikan dampak positif bagi masyarakat untuk peningkatan perbaikan gizi dan dampak positif bagi pelaku ternak yaitu meningkatnya kesejahteraan.
Peternakan ayam ras petelur selama ini telah berkembang sangat luar biasa dan saat ini menjadi suatu usaha berskala industri yang sangat modern dengan didukung oleh empat subsistem yang cukup kokoh, yakni industri hulu, industri hilir, subsistem budidaya dan industri pendukungnya. Populasi ayam ras petelur hingga saat ini telah menyebar ke seluruh wilayah di Indonesia. Seiring meningkatnya permintaan dan kebutuhan akan telur, maka diperlukan peningkatan produksi dan pengembangan usaha oleh perusahaan-perusahaan peternakan khususnya ayam petelur. Keberhasilan suatu usaha peternakan ayam petelur dipengaruhi oleh tiga faktor utama yaitu, pakan, bibit dan manajemen. Perusahaan yang mengabaikan manajemen dan sumber daya yang dimiliki cenderung tidak mampu bertahan maupun berkembang. Salah satu upaya yang dapat dilakukan untuk memenuhi kebutuhan akan telur komersil tidak cukup hanya dengan menambah jumlah peternakan yang ada tetapi usaha yang telah ada sebaiknya didukung oleh manajemen pemeliharaan yang baik dengan memperhatikan. Faktor-faktor penunjang seperti perencanaan, manajemen produksi, perkandangan dan manajemen sumber daya manusia, sehingga usaha yang ada baik usaha peternakan besar maupun kecil dapat berjalan dengan baik.
CV. Rifal Jaya Farm merupakan perusahaan ayam petelur yang berada di Desa Klayutan Kecamatan Nogosari Kabupaten Boyolali. CV. Rifal Jaya Farm yang memulai usahanya sejak tahun 2009 dan tetap bertahan sampai sekarang. Berpijak dari keadaan di atas maka diperlukan suatu manajemen yang baik pada CV. Rifal Jaya Farm agar mendapatkan produktivitas yang seoptimalmungkin  dari usaha peternakan ayam petelur tersebut.
1.2.            Tujuan Kegiatan Magang
Tujuan kegiatan magang mahasiswa antara lain : 1). Mahasiswa agar dapat mengetahui bagaimana cara pemeliharaan ayam petelur di CV. Rifal Jaya Farm; 2). Mahasiswa dapat mengetahui manajemen pemeliharaan yang ada di CV. Rifal Jaya Farm; 3). Mahasiswa dapat mengetahui penyediaan bahan baku pembuatan pakan dan manajemen pemberiannya di CV. Rifal Jaya Farm; 4). Mahasiswa dapat mengetahui manajemen pemberian pakan  di CV. Rifal Jaya Farm;  5). Mahasiswa dapat mengetahui penanganan kesehatan dan sanitasi kandang di CV. Rifal Jaya Farm; 6). Mengetahui permasalahan dan kendala yang dihadapi serta solusi yang dapat dicapai.
1.3.            Manfaat
            Manfaat dari kegiatan magang mahasiswa tersebut antara lain adalah sebagai berikut : 1). Mahasiswa memperoleh pengetahuan tentang manajemen pemeliharaan ayam petelur fase layer ; 2). Mahasiswa dapat menyinkronkan antara teori dan praktik secara langsung dilapangan mengenai pemeliharaan ayam petelur fase layer; 3). Mahasiswa  mengetahui cara pemeliharaan ayam petelur.

II.  TINJAUAN PUSTAKA
2.1.       Ayam Petelur
Ayam petelur adalah ayam yang diternakkan khusus untuk menghasilkan telur konsumsi. Jenis ayam petelur dibagi menjadi tipe ayam petelur ringan dan medium. Tipe ayam petelur ringan mempunyai badan yang ramping dan kecil, bulu berwarna putih bersih, dan berjengger merah, berasal dari galur murni White Leghorn dan mampu bertelur lebih dari 260 telur per tahun produksi. Ayam petelur ringan sensitif terhadap cuaca panas dan keributan, responnya yaitu produksi akan menurun. Tipe ayam petelur medium memiliki bobot tubuh yang cukup berat, tidak terlalu gemuk, kerabang telur berwarna coklat dan bersifat dwiguna (Bappenas, 2010). Ayam yang dipelihara sebagai penghasil telur konsumsi umumnya tidak memakai pejantan dalam kandangnya karena telur konsumsi tidak perlu dibuahi (Kartasudjana dan Suprijatna, 2006).
Produksi ayam dipengaruhi oleh banyak faktor, antara lain bangsa dan strain ayam yang digunakan, kondisi lingkungan dan manajemen pakan (Bell dan Beaver, 2002; dikutip dalam Al Nasser et al., 2005). Macam-macam strain ayam petelur yang dikembangkan antara lain Lohmann, Hy-Line W-36 dan W-98, Hy-Line Brown, ISA White dan ISA Brown. Strain ayam petelur  berwarna coklat memiliki performa yang lebih unggul daripada strain ayam petelur berwarna putih. Persentase cangkang pada ISA Brown lebih besar daripada ISA White, selain itu bobot telur, egg mass dan efisiensi pakannya juga lebih baik (Grobas et al., 2001; dikutip dalam Al Nasser et al., 2005).

2.2.       Manajemen Perkandangan
          Kandang adalah tempat ternak beristirahat dan berteduh dari panas dan hujan. Kandang merupakan salah satu sarana dan modal tetap yang utama di dalam pemeliharaan ayam secara modern. Kandang merupakan unsur penting dalam usaha peternakan ayam. Kandang digunakan mulai dari awal hingga masa berproduksi.
          Pada prinsipnya, kandang yang baik adalah kandang yang sederhana, biaya pembuatan murah dan memenuhi persyaratan teknis (Prayitno, 1996). Kandang yang baik adalah kandang yang dapat memberikan kenyamanan dan kesehatan pada ayam serta memudahkan manajemen pemeliharaan bagi peternak (Ensminger, 1992). Kandang berfungsi untuk melindungi ternak ayam dari pengaruh iklim buruk, seperti hujan, panas matahari atau gangguna-gangguan lainnya. Kandang yang nyaman dan memenuhi persyaratan perkandangan akan memberikan dampak positif sehingga ternak menjadi tenang dan tidak stres (Sudaryani dan Santosa, 1997).
Sebelum dibangun kandang harus memperhatikan beberapa aspek, diantaranya yaitu jarak kandang dengan pemukiman warga, struktur atau desain kandang yang ideal, luas kandang dengan kapasitas yang ideal, adanya sirkulasi yang baik, suhu yang sesuai, adanya sanitasi yang baik untuk ternaknya, jarak dengan sumber air, pakan pemasaran, dan bahan kandang yang dipakai sesuai dengan keamanan ternak tersebut (Kartasudjana dan Suprijatna, 2006).
          Kandang yang digunakan dalam pemeliharaan ayam petelur sangat beraneka ragam. Masing-masing kandang dapat dibedakan atas dasar kegunaannya, model lantai dan pengisian ayam yang ada dalam kandang (Suroprawiro et al., 1981).
Jenis kandang berdasarkan kegunaan dibagi menjadi tiga macam yaitu:
1.      Kandang indukan (brooder) digunakan untuk memelihara ayam umur 0-3 minggu. Kandang dilengkapi dengan alat pemanas sebagai penghangat menggantikan fungsi indukan ayam.
2.      Kandang grower/pullet digunakan untuk membesarkan ayam umur 4-18 minggu. Biasanya berbentuk kandang lantai litter.
3.      Kandang layer digunakan untuk memelihara ayam petelur umur 18 minggu sampai afkir biasanya menggunakan kandang sangkar, cage atau baterai. Kandang layer ini dilengkapi tempat pakan dan tempat minum, serta penerangan seperlunya. Kandang baterai adalah sangkar segi tempat yang disusun secara berderet memanjang dan bertingkat dua atau lebih yang menggunakan alas berlubang atau kawat. Kandang baterai berbentuk kotak yang bersambung dengan satu yang lain terbuat dari kayu, bambu dan kawat. Masing- masing kotak berukuran lebar 40 sampai 45 cm, panjang 40 cm, dan tinggi 40 cm, berisi 2 ekor ayam. Lantai kandang baterai letaknya agak miring ke salah satu sisi sekitar 6-7 cm.
Jenis kandang berdasarkan lantainya dibagi menjadi 3 yaitu :
1.         Kandang dengan lantai litter. Kandang ini dibuat dengan lantai yang dilapisi kulit padi, pesak/sekam padi dan kandang ini umumnya diterapkan pada kandang sistem koloni.
2.         Kandang dengan lantai kolong berlubang. Lantai untuk sistem ini terdiri dari batu atau kayu kaso dengan lubang-lubang diantaranya, yang nantinya untuk membuang ekskreta ayam dan langsung ke tempat penampungan.
3.       Kandang dengan lantai campuran litter dengan kolong berlubang, dengan perbandingan 40% luas lantai kandang untuk alas litter dan 60% luas lantai dengan kolong berlubang (terdiri dari 30% di kanan dan 30% di kiri)
(Suroprawiro et al., 1981).
Jenis kandang berdasarkan pengisiannya dibedakan menjadi dua yaitu:
1.         Sistem kandang koloni. Satu kandang untuk banyak ayam yang terdiri dari ribuan ekor ayam petelur.
2.         Sistem kandang individu. Kandang ini lebih dikenal dengan sebutan cage. Ciri dari kandang ini adalah pengaruh individu di dalam kandang tersebut menjadi dominan karena satu kotak kandang untuk satu ekor ayam. Kandang sistem ini banyak digunakan dalam peternakan ayam petelur komersial (Suroprawiro et al., 1981).
Ukuran kandang sesuai dengan yang dikemukakan Rasyaf, (2008) yaitu panjang 17 meter, lebar 5 meter dan tinggi 3,5 meter membujur dari timur ke barat atau membujur dengan terbitnya matahari. Jarak antara kandang 1 kali lebar kandang minimal 5 meter sehingga tidak terjadi pencemaran antara kandang satu dengan kandang yang lainya.
Atap kandang hendaknya tidak terbuat dari seng atau bahan lain yang dapat menimbulkan panas dalam ruangan, lebih praktis jika atap terbuat dari genting dan tidak dianjurkan pembuatan kandang terlalu pendek karena dapat menyebabkan  panas dalam  ruangan (Malik, 2001). Ada beberapa bentuk model atap pada kandang yaitu:
1.      Bentuk atap monitor
Bentuk atap monitor memungkinkan terjadinya pertukaran udara lebih banyak antara luar kandang dan di dalam kandang, sehingga kesegaran di dalam kandang tetap terjaga karena terdapat dua ventilasi yang terletak di samping kiri dan kanan di atas atap. Atap jenis ini dipergunakan apabila ukuran kandang cukup luas atau lebar kandang lebih dari 3,5 meter dan jumlah unggas yang dipelihara banyak. Jenis ini sangat bagus terutama bila dikaitkan dengan fungsinya membantu sirkulasi udara kandang (Malik, 2001).
2.  Bentuk atap semi monitor
Bentuk atap semi monitor memungkinkan terjadinya sirkulasi udara secara lancar dan atap semi monitor hanya terdapat satu ventilasi dan satu baris atap. Atap semi monitor merupakan gabungan dari jenis atap monitor dan gable, umumnya di pergunakan untuk memelihara unggas dalam jumlah sedikit ( Malik, 2001).
3.  Bentuk atap gable
Bentuk atap gable ini dipergunakan untuk ukuran kandang yang kecil dan jumlah pemeliharaan unggas yang sedikit. Kandang dengan ukuran lebar lebih dari 4 meter tidak cocok menggunakan atap jenis ini ( Malik, 2001).

2.3.       Manajemen Pakan
Pakan adalah bahan makanan tunggal atau campuran, baik yang diolah maupun yang tidak diolah, yang diberikan kepada hewan untuk kelangsungan hidup, berproduksi, dan berkembang biak. Pakan merupakan faktor utama dalam keberhasilan usaha pengembangan peternakan disamping faktor bibit dan tatalaksana. Pakan yang berkualitas akan sangat mendukung peningkatan produksi maupun reproduksi ternak (Anggorodi, 1985).
Ayam petelur membutuhkan sejumlah unsur nutrien untuk hidupnya, misalnya untuk bernafas, peredaran darah, bergerak dan fungsi-fungsi fisiologis lainya. Kebutuhan yang pertama disebut dengan kebutuhan hidup pokok dan yang kedua untuk produksi. Ayam membutuhkan protein, energi, vitamin dan mineral untuk memenuhi hidup pokok dan produksi (Rasyaf, 1994). Pakan yang kurang memenuhi standar nutrien, dapat menjadi salah satu sebab menurunnya produktivitas ayam petelur. Persyaratan mutu konsentrat ayam ras petelur sesuai dengan Tabel 1.
Tabel 1. Persyaratan mutu konsentrat ayam ras petelur
Parameter
Persyaratan
Kadar air (maks) %
14,0
Protein kasar (min) %
30,0
Lemak kasar (maks) %
5,0
Serat kasar (maks) %
8,0
Abu (maks) %
35,0
Kalsium %
9,0 – 12,0
Fosfor (P) total %
1,0 – 2,0
Fosfor (P) tersedia (min) %
0,60
Aflatoksin (maks) µg/kg
50,0
Energi metabolis (min) Kkal/kg
1800
Asam amino:
-          Lisin (min) %
-          Mrtionin (min) %
-          Metionin + sistin (min) %
-          Triptofan (min) %

1,7
0,8
1,1
0,29
(Sumber: SNI, 2009)
Bentuk pakan seperti campuran crumble dan mash umum digunakan dalam ransum hasil formulasi sendiri dan relatif lebih ekonomis. Ayam harus distimulasi untuk mengonsumsi pakan, salah satunya dengan memberikan biji-bijian setengah hancur, misalnya jagung. Pakan di dalam tempat pakan diusahakan selalu kering dan diganti dengan yang baru setiap hari untuk mencegah timbulnya jamur (Shirt, 2010).
2.4.       Biosekuriti
Biosekuriti adalah suatu tindakan untuk menghindari kontak antara hewan dan mikroorganisme dan merupakan pintu pertahanan pertama dalam upaya pengendalian penyebaran suatu penyakit. Penerapan biosekuriti sangat diperlukan mulai pada awal pemeliharaan unggas di kandang sampai pada saat penjualan di pasar. Beberapa hal yang harus dipedomani terhadap prinsip biosekuriti yang tepat adalah sebagai berikut : 1). Setiap kendaraan pengangkut unggas yang masuk dan keluar kandang atau tempat penampungan unggas harus di desinfektan; 2). Setiap unggas yang datang harus dilengkapi dengan surat keterangan kesehatan hewan (SKKH) yang dibuat oleh dokter hewan berwenang di daerah asal unggas; 3). Setiap unggas yang datang harus mendapat pemeriksaan antemortem oleh petugas di bawah pengawasan dokter hewan yang berwenang; 4). Hasil pemeriksaan kesehatan unggas yang datang wajib didokumentasikan dan dilaporkan secara berkala setiap bulan kepada dokter hewan berwenang; 5). Setiap kandang dilengkapi dengan peralatan makan dan minum khusus; 6). Tidak mencampurkan unggas yang baru datang dengan yang lama; 7). Membersihkan kandang atau penampungan unggas dari limbah padat unggas; 8). Melakukan pengosongan kandang atau penampungan unggas satu hari dalam dua minggu untuk proses pembersihan dan desinfektan; 9). Mencegah masuknya kucing, anjing, burung liar dan hewan pengganggu lainnya dalam kandang atau penampungan unggas; 10). Menempatkan unggas yang sakit di dalam kandang tersendiri; 11). Setiap unggas yang mati harus segera dimusnahkan dengan cara membakar (Akhirany, 2010). Agar peternakan menjadikan kawasan yang terbebas dari bibit penyakit maka diperlukan program biosekuriti yang harus ada dalam suatu peternakan (Wiharto, 1986).
Program biosekuriti yaitu upaya untuk menjadikan suatu kawasan peternakan terbebas dari bibit penyakit (mikroorganisme pathogen) dari reservoir atau vektor pembawanya. Pintu gerbang suatu peternakan adalah tempat pertama bagi orang yang mau masuk ke areal atau komplek peternakan dan merupakan titik awal keberhasilan suatu peternakan terbebas dari wabah atau serangan penyakit. Biosekuriti mengkondisikan setiap orang maupun kendaraan tidak sembarangan keluar masuk farm dan pintu selalu dijaga ketat oleh petugas. Program ini adalah program yang paling sering digunakan dalam mencegah timbulnya penyakit di suatu kawasan peternakan.
            Menjaga kebersihan kandang merupakan satu langkah strategis mengurangi populasi bibit penyakit di sekitar ayam, karakteristik yang paling menonjol dari bibit penyakit adalah menyukai tempat-tempat yang kotor, sehingga jika peternak berkeinginan memberantas bibit penyakit, harus menjaga kebersihan kandang dan lingkungan sekitar, dapat dilakukan dengan program sanitasi secara rutin dan pembersihan pakan dan minum setiap hari untuk mencegah penyakit (Abidin, 2004).
      Program sanitasi merupakan tindakan pembersihan dan pencucian kandang dan peralatan secara teratur. Pencucian ini menggunakan desinfektandengan cara penyemprotan keseluruh kandang dan peralatan. Penyakit pada ayam dapat mengakibatkan penurunan produksi telur (Abidin, 2004).
      Pencegahan penyakit dapat dilakukan dengan dua cara, cara pertama adalah melalui tata laksana harian dan yang kedua melalui vaksin. Keduannya digunakan bersama dan saling mendukung satu sama yang lain. Pencegahan dengan tata laksana harian pada prinsipnya adalah menciptakan suasana yang bersih dan nyaman di peternakan. Pencegahan penyakit virus dilakukan dengan cara vaksinasi (Rasyaf, 2008).
      Pengobatan dilakukan pada saat kondisi ayam sudah terdeteksi secara dini terkena suatu penyakit. Pengobatan membutuhkan waktu lama dan memakan biaya yang mahal. Pemberian jenis obat yang akan diberikan harus diketahui jenis penyakitnya (Austic dan Nesheim, 1979).
      Penyakit yang sering menyerang ayam petelur berdasarkan penyebabnya dapat dikelompokkan menjadi 6 yaitu penyakit yang disebabkan oleh bakteri seperti kolera, coryza, types, pullorum.Penyakit yang disebabkan oleh virus, seperti HCD, bronchitis, cacar, leukosis, CRD.Penyakit yang disebabkan oleh jamur, seperti aspergillos, favus, mycosis.Penyakit yang disebabkan oleh protozoa, seperti coccidiosis.Penyakit yang disebabkan oleh parasit, seperti kuku dan cacing.Penyakit yang disebabkan oleh kekurangan salah satu unsur makanan(defisiensi)seperti penyakit dermatitis, perosis dan lain-lain (Rasyaf, 2008).
2.5.       Manajemen Penanganan Telur
Penanganan telur meliputi pengamilan telur, seleksi telur, pengumpulan, fumigasi telur. Pengambilan telur merupakan fungsi produksi telur, semakin tinggi produksi  telur maka semakin tinggi pula frekuensi pengambialan telur (Rasyaf, 2009). Telur di dalam kandang hendaknya segera diambil dari kandang,  karena dikawatirkan akan dipatuk oleh ayam sehingga telur akan retak dan bila dibiarkan terlalu lama ada kemungkinan mikroba akan mudah masuk kedalam telur sehingga telur akan mudah busuk (Kartasudjana dan Suprijatna, 2006).
Penimbangan telur dilakukan bersamaan dengan pengepakan dan tidak mengikutkan telur yang pecah. Penimbangan diperlukan dalam suatu penjualan dari peternak ke pedagang atau konsumen terakhir, satuan yang dipakai adalah berat dan di Indonesia biasanya adalah kilogram (Adiwilaga, 1982). Tujuan pengepakan telur konsumsi adalah untuk mencegah kebusukan dan berperan dalam menjaga agar telur tetap bersih dan biasanya pembungkusan dengan peti kayu (Winarno dan Jennie, 1983). Setiap perusahaan menyimpan produknya sebelum terjual, dalam hal ini fungsi gudang diperlukan karena siklus produksi dan konsumsi jarang sesuai, sehingga kelancaran dalam suatu pemasaran dapat terjaga (Kotler, 1997).
2.6.            Evaluasi Produksi Ayam Petelur
Memproduksi telur adalah upaya memadukan sumber daya terpilih agar menghasilkan telur melalui suatu teknik berternak yang telah  ditentukan (Rasyaf, 2009). Faktor yang memengaruhi produksi telur antara lain bibit, konsumsi pakan, lama pencahayaan, penyakit, lingkungan dan manajemen pemeliharaan (Sudaryani dan Santoso, 2002). Nilai standar produktivitas ayam telah ditentukan oleh perusahaan pembibit (breeder). Standar tersebut meliputi Hen Day Production (HDP), berat telur, lama produksi, konversi ransum, kekebalan dan daya hidup serta pertumbuhan. Pencapaian performa tersebut tergantung dari manajemen pemeliharaan yang diterapkan oleh masing-masing peternak.
Hen housed production merupakan ukuran produksi telur yang didasarkan pada jumlah ayam mula-mula yang dimasukkan ke dalam kandang (Kartasudjana dan Suprijatna, 2006). Hen day production (HDP) dihitung dari jumlah produksi telur hari itu dibagi dengan jumlah ayam produktif hari itu dikalikan 100% (North, 1984; dikutip dalam Kabir dan Haque, 2010). Semakin lama periode bertelur, semakin rendah HDP (Mussawar et al., 2004). Hen-day Production setiap strain ayam petelur berbeda-beda. Standar Hen-day Production strain ayam petelur Hisex,  Hyline, ISA Brown, Lohman HD puncak produksi 96%, 94-96%, 95%, 94,5% (Wahyuni, 2008).
Feed Convertion Ratio (FCR) atau konversi pakan merupakan perbandingan antara ransum yang dihabiskan ayam dalam menghasilkan sejumlah telur. Keadaan ini sering disebut dengan ransum per kilogram telur. Ayam petelur yang baik akan makan sejumlah ransum dan menghasilkan telur yang lebih banyak daripada sejumlah ransum yang dimakannya (Bappenas, 2010). Feed Convertion Ratio ayam layer umumnya sebesar 2,33 ± 0,04 (Mussawar et al., 2004).
Massa telur merupakan hasil perkalian antara persentase produksi telur harian dengan berat telur yang menunjukan tingkat efesiensi dari produksi untuk tiap hari.  Nilai massa telur tergantung dari persentase HDP dan berat telur. Apabila produksi telur meningkat maka massa telur meningkat pula sebaliknya produksi telur turun maka massa telur juga turun menurut (Kartasudjana, 2006 ; Rasyaf, 2008). Amrullah (2004) yang menjelaskan bahwa penggunaan massa telur dibandingkan jumlah telur merupakan cara menyatakan perbandingan kemampuan produksi antar kelompok atau galur unggas oleh akibat pemberian makanan dan program pengelolaan yang lebih baik.

III.      TATA LAKSANA KEGIATAN

3.1.       Waktu dan Tempat Pelaksanaan Magang
Kegiatan magang mahasiswa akan dilaksanakan mulai tanggal 3 Februari 2014 sampai dengan 3 Maret 2014 di kandang produksi CV. Rifal Jaya Farm yang berada di Dukuh Klayutan, Desa Ketitang, Kecamatan Nogosari, Kabupaten Boyolali.
3.2.       Metode Pelaksanaan Magang
Metode pelaksanaan kegiatan magang mahasiswa dengan mengikuti secara langsung semua kegiatan pemeliharaan ayam petelur. Teknik pengambilan data dilakukan dengan cara:
a.    Observasi/pengamatan
Observasi merupakan suatu metode yang digunakan dengan cara melakukan pengamatan secara langsung serta mencari dan mencatat tentang berbagai hal yang ada hubungannya dengan manajemen perkandangan di CV. Rifal Jaya Farm.
b.    Interview/wawancara
Metode ini merupakan pengumpulan data dengan cara melakukan tanya jawab secara langsung kepada pembimbing lapangan atau pihak-pihak yang dianggap perlu untuk mendapatkan informasi yang lebih banyak dan lebih jelas mengenai manajemen pemeliharaan.
c.    Praktek Lapang
Kegiatan ini merupakan keikutsertaan mahasiswa dalam pelaksanaan aktivitas perusahaan yang berhubungan dengan manajemen perkandangan ayam petelur sehingga mahasiswa dapat mengetahui serangkaian kegiatan yang dilaksanakan dan memperoleh pengalaman serta wawasan kerja secara langsung.
d.   Studi Pustaka
Studi pustaka dilakukan dengan mencari informasi atau referensi pendukung yang berkaitan dengan manajemen kesehatan yang dilakukan dengan cara memanfaatkan data pustaka yang tersedia misalnya buku, jurnal, majalah ilmiah.
3.3.       Jenis Data
Data yang diperoleh terdiri dari :
a)    Data primer yaitu data yang dihimpun dari sumber informasi. Data ini diperoleh dengan melakukan pengamatan langsung serta melakukan wawancara kepada pegawai/karyawan, pembimbing lapangan, manajer farm serta pihak-pihak yang dianggap perlu untuk mendapatkan informasi yang lebih banyak dan lebih jelas.
b)   Data sekunder yaitu data yang dihimpun dari sumber data yang telah ada yang didapat dari studi pustaka seperti buku, majalah, jurnal, prosiding, internet, monografi dan referensi yang lain.
3.4.  Jadwal Kegiatan
Kegiatan magang ini direncanakan untuk dilaksanakan mulai dari penentuan lokasi hingga laporan kegiatan praktek lapangan yang dihasilkan. Adapun rangkaian kegiatan dan waktu pelaksanaan yang direncanakan seperti pada
Tabel 2.
Tabel 2. Jadwal Kegiatan Magang Mahasiswa
Macam Kegiatan
Minggu Ke-
1
2
3
4
5
Perkenalan dan penyelesaian administrasi





Presentasi dan pembagian kerja





Pra kegiatan di lapangan





Pelaksanaan kegiatan lapangan





Evaluasi data dan hasil kegiatan di lapangan





Penyusunan hasil akhir kegiatan lapangan







DAFTAR PUSTAKA
Abidin, Z. 2004. Meningkatkan Produksi Ayam Ras Petelur. Agromedia Pustaka, Jakarta.
Adiwilaga, A. 1982. Ilmu Usaha Tani. Penerbit Alumni, Bandung.
Akhirany, Nunung. 2010. Pedoman Pengawasan Biosecurity dan Higiene Terhadap Produk Unggas. http://disnaksulsel.info/Pedoman-Pengawasan-Biosecurity-dan-Higiene-Terhadap-Produk-Unggas diakses : 2 Juni 2012.
Al Nasser, A., A. Al Saffar, M. Mashaly, H. Al Khalaifa, F. Khalil, M. Al Baho, dan A. Al Haddad. 2005. A comparative study on production efficiency of brown and white pullet. Bulletin of Kuwait Institute for Scientific Research 1 : 1 – 4.
Amrullah, I. K. 2004. Nutrisi Ayam Petelur. Penerbit Lembaga Satu Gunungbudi, Bogor.
Anggorodi. 1985. Kemajuan Mutakhir dalam Ilmu Makanan Ternak Unggas. UI. Jakarta.
Austic, R.E. and M.C. Nesheim.1990. Poultry Production. 13th Ed. Lea and Febiger, Philadelphia.
Bappenas. 2010. Beternak Ayam Petelur. http://www.ristek.go.id. Diakses tanggal 5 Mei 2010.
Direktorat Jenderal Peternakan. 2001. Peraturan Menteri Pertanian tentang Peternakan Ayam Broiler dan Petelur. http://deptan.go.id. Diakses tanggal 29 Maret 2010.
Ensminger, M. E. 1992. Poultry Science. Interstate Publisher, INC. Danville, Illinois.
Kartasudjana, R. dan E. Suprijatna. 2006. Manajemen Ternak Unggas. Penebar Swadaya, Jakarta.
Malik, A. 2001. Buku Ajar Manajemen Ternak Unggas. UMM, Malang.
Mussawar, S., T.M. Durrani, K. Munir, Z. ul-Haq, M.T. Rahman and K. Sarbiland. 2004. Status of layer farms in Peshawardivision, Pakistan. Livestock Research for Rural Development 16  : 25 – 27.
Prayitno, M. A. 1996. Mendirikan Usaha Pemotongan Ayam, Penebar Swadaya. Bogor.
Rasyaf, M. 2008. Panduan Beternak Ayam Pedaging. Penebar Swadaya, Jakarta.
Rasyaf. M. 1994. Beternak Ayam Petelur. Penebar Swadaya, Jakarta.
Rizal, Y. 2006. Ilmu Nutrisi Unggas. Andalas University Press. Padang.
Shirt, V. 2010.  How to Feed Chickens Part 2.  www.poultry.allotreatment.org.uk. Diakses tanggal 4 Maret 2011.
Standar Nasional Indonesia. 2009. Tentang Persyaratan Mutu Konsentrat Ayam Ras Petelur SNI 3148.3 - 2009. Badan Standardisasi Nasional Indonesia. Jakarta.
Sudaryani, T. Dan H. Santosa. 1997. Pemeliharaan Ayam Ras Petelur di Kandang Baterai. Cetakan ke-1. Penebar Swadaya. Jakarta.
Sudaryani, T. dan H. Santosa. 2002. Pembibitan Ayam Ras. Cetakan V. Penebar Swadaya, Jakarta.
Suroprawiro, P.A.P. dan Siregar. 1981. Teknik Beternak Ayam Ras di Indonesia                Margie Group, Jakarta.
Wahyuni, A.M. dan A. Made, 1998. Teknologi Pengolahan Pangan Hewani Tepat Guna, CV Akademika Pressindo, Jakarta.
Winarno, F.G. dan B.S.L. Jennie. 1983. Kerusakan Bahan Pangan dan Cara Pencegahannya. Ghalia Indonesia, Jakarta.

3 komentar:

  1. minta data" kuliah atau data tentang peternakan ayam petelur bisa komen disini, :). trimaksih kunjunganya

    BalasHapus
  2. Maaf mau tanya apakah di CV. Rifal Jaya Farm dapat dipakai untuk Praktek Kerja Lapangan ya? Dan aoakah ada Dokter hewan yang bertugas disana? Terimakasih

    BalasHapus